Keteladanan Berqurban

          Hari raya Idul Kurban telah lewat, namun makna kurban tidak lewat begitu saja bagi kehidupan manusia. Keteladanan berqurban yang dicontohkan oleh Nabi Ibrahim AS dan keluarganya bukan saja pada penyembelihan hewan kurban pada bulan Dzulhijjah saja. Kisah di balik syariat berkurban memberikan contoh keteladanan dalam semua masa kehidupan manusia.

          Berawal dari perintah Alloh kepada Nabi Ibrahim AS untuk menyembelih putranya, Nabi Isma'il AS melalui mimpi, Nabi Ibrahim AS begitu taat pada perintah tersebut. Beliau mengesampingkan hal pribadi yang telah menanti kehadiran seorang anak sebagai penerus perjuangan beliau menyampaikan wahyu Alloh, beliau telah siap ketika perintah tersebut datang. Namun dalam sisi kemanusiaan seorang ayah, beliau juga memberikan pendidikan terhadap putranya atas sebuah instruksi dengan cara yang sangat eksotis. Beliau bertanya pendapat sang putra tentang perintah Sang Khaliq. "Wahai anakku, Sungguh aku telah mendapat perintah dari Alloh melalui mimpi untuk menyembelihmu. Bagaimana pendapatmu?"

          Secara spontan sang putra menjawab "Wahai Ayahku, lakukanlah apa yang diperintahkan kepadamu, maka engkau akan mendapatiku insyaAlloh sebagai orang yang bersabar." Sang anak ternyata memiliki persepsi yang sama terhadap perintah ketuhanan yang harus dikedepankan dari kepentingan pribadi. Bukan atas ketaatan kepada seorang ayah semata, melainkan ketaatan terhadap Alloh. Meski ditanya tentang pendapat pribadi, namun Nabi Isma'il menjawab bukan atas kepentingan pribadi.

          Ketika keduanya telah mencapai mufakat, keduanya berjalan menuju tempat yang diperintahkan, Sang anak membesarkan hati ayahnya dalam menjalankan perintah. Nabi Isma'il mengatakan agar sang ayah mengikatnya, supaya darah tidak akan mengotori baju ayahnya ketika nanti Nabi Isma'il banyak bergerak. Seandainya diperlukan, baju Nabi Isma'il juga agar dibawa pulang untuk mengobati kerinduan sang Ibu, Siti Hajar. nabi Isma'il memposisikan diri dengan menundukkan kepala agar ayahnya tidak melihat wajahnya sehingga akan membuat kesan yang menyakitkan bagi hati ayahnya.

          Ketika prosesi telah siap dijalankan, datanglah Malaikat Jibril membawa hewan kurban yang sangat besar, seekor kambing Gibas, yang merupakan kurban Habil putra Nabi Adam AS.
          
          Hal kurban bukan sekedar tentang menyembelih seekor hewan saja, melainkan sebuah bentuk ketaatan yang disertai keikhlasan, kesabaran, keyakinan mendahulukan kepentingan agama dibandingkan kepentingan pribadi. Bagaimana menyembelih "nafsu"  untuk mau memberikan sebagian yang dimiliki untuk dinikmati oleh banyak orang yang membutuhkan dengan ikhlas dengan cara yang baik.

          Sang Ibu, Siti Hajar, juga ternyata juga sangat mendorong pelaksanaan perintah Alloh terhadap Nabi Ibrahim AS menyembelih putranya. Ketika sang ayah dan anak berangkat hendak melaksanakan perintah, setan datang dan menghasut sang Ibu. "Kemana suami dan anakmu akan pergi?" tanya setan. Jawab Siti Hajar :"Ke perbukitan sebelah mencari kayu bakar ".
" Bukan, Ibrahim akan menyembelih anakmu, Isma'il." ujar setan.
Siti Hajar menjawab :"Tidak mungkin, Suamiku sangat mencintai dan menyayangi anaknya."
Setan berkata lagi :"Ibrahim mengaku dia diperintahkan oleh Tuhan untuk menyembelih anakmu."
Dengan tegas Siti Hajar berkata :"Kalau itu perintah Alloh, maka biarkanlah dia menjalankan perintah tersebut."

          Sebuah keteladanan keluarga yang mengedepankan Tuhan dibandingkan pribadi mereka. Meski dalam kisah tersebut merupakan peristiwa kurban, namun perilaku tersebut sejatinya bukan sekedar dalam penyembelihan hewan saja. Namun nilai mendahulukan kepentingan yang utama dibandingkan kepentingan pribadi, sehingga dalam semua aspek kehidupan juga dapat dijalankan.



Previous
Next Post »
0 Komentar