Qodiriyah wa Naqsyabandiyah As_Sanusiyah



       Dalam praktik pengamalan pemahaman aqidah Aswaja (Ahlus Sunnah Wal Jamaah) An Nahdhiyyah, seseorang manusia memiliki tahapan atau tingkatan amaliyah dalam agama Islam. Tahapan ini terdiri dai 4 kategori yaitu Syariat, Thoriqot, Haqiqot dan Ma'rifat. Syariat adalah suatu ilmu yang mempelajari hukum-hukum Alloh SWT dan aturan agama Islam. Thoriqot adalah suatu ilmu yang mengajarkan tatacara berdzikir pada Alloh SWT. Haqiqot adalah ilmu yang mengajarkan hal sejati dari suatu perkara, hikmah dalam suatu kejadian. Ma'rifat adalah ilmu yang mengajarkan untuk mengenal, mengetahui dan memahami Alloh dalam segala sesuatu.
       Dalam praktiknya, sebenarnya keempat hal tersebut semampu mungkin hendaknya dijalankan semua serentak tanpa meninggalkan salah satu dari keempatnya. Bila hanya menjalankan syariat, maka hanya akan menghasilkan perilaku yang kurang bermakna. Bila menjalankan thoriqot saja tanpa syariat, maka akan terjadi ketimpangan dengan sistem kehidupan sosial. Demikian juga apabila hanya menjalankan Haqiqot dan ma'rifat saja. Ada sebuah perumpamaan menarik untuk menjelaskan keempat tingkatan tersebut yaitu buah kelapa yang sudah tergolong tua untuk diambil santannya. Syariat diibaratkan kulit luar buah kelapa. Thoriqot diibaratkan kulit dalam / batok kelapa. Haqiqot diibaratkan sebagai buah dan air kelapa. Ma'rifat diibaratkan sebagai santan dari buah kelapa. Apabila hanya mengambil kulit kelapa saja, maka manfaatnya belum berkaitan dengan buah kelapa yang dimaksud. Apabila terdapat batok kelapa saja, maka kegunaannya pun masih terbatas dan terkesan keras. Apabila buah kelapa tidak tersimpan dalam kulit lagi, maka akan mudah busuk sehingga tidak dapat dimanfaatkan oleh manusia dan dinilai menjijikkan. Dan apabila hanya mengambil santan saja, maka tidak akan dapat mengetahui proses adanya santan tersebut. Semuanya berperan penting demi menjaga buah kelapa yang akan diambil santannya,
       Pendidikan materi syariat dapat diperoleh melalui banyak metode dan tempat, mulai dari pondok pesantren, bangku sekolah, perkumpulan kajian, diskusi, seminar, perpustakaan, hingga di internet melalui artikel, video dan banyak hal pada  situs yang sangat banyak. Beberapa materi syariat dapat dipelajari sendiri dan dengan orang lain dengan intensitas terbatas sekalipun. Namun tidak dipungkiri, pemahaman lebih mendalam hanya akan diperoleh melalui bimbingan guru. Lain halnya dengan thoriqot yang pada pembelajaran dan praktiknya senantiasa harus melalui perantaraan bimbingan, pengawasan oleh guru yang disebut sebagai mursyid. Seorang murid tidak diperkenankan untuk berinovasi sendiri tanpa ada bimbingan dan pengawasan mursyidnya. Peranan seorang mursyid sangat besar terhadap kemajuan perkembangan amaliyah lahir dan bathin para murid.
        Seorang murid akan menjadi mursyid hanya apabila mursyidnya mengangkatnya menjadi mursyid untuk kemudian membaiat dan mendampingi para murid. Almarhum AlMaghfurlah K.H. Chabib Musthofa,pengasuh pertama ponpes At-Tauchid Jogomertan Petanahan Kebumen, diangkat menjadi mursyid oleh AlMarhum AlMaghfurlah K.H. Sanusi yang dimakamkan di Pasir Lening kecamatan Langensari kabupaten Banjar Jawa Barat. Beliau mengikuti thoriqoh mu'tabar Qodiriyah an Naqsyabandiyah, sebuah aliran thoriqoh yang memadukan aliran Syeikh Abdul Qodir Al Jilani (bernama lengkap Muhyi al Din Abu Muhammad Abdul Qodir ibn Abi Shalih Janky Dost al Jaelani yang terlahir di Jailan atau Kailan tahun 470 H/1077 M) dan Syeikh Muhammad Bahaauddin an Naqsyabandiy (seorang Wali Qutub yang masyhur hidup pada tahun 717-791 H di desa Qoshrul ‘Arifan, Bukhara, Rusia). Beliau sudah memiliki ratusan bahkan dimungkinkan ribuan murid thoriqoh yang tersebar di Nusantara namun tidak tercatat. Beliau menambahkan nama As Sanusiyyah pada thoriqoh tersebut karena beliau berguru/berbaiat dan diangkat menjadi mursyid oleh alMaghfurlah K.H. Sanusi, dan dalam beberapa praktik amalan thoriqoh yang beliau jalankan juga terdapat beberapa tambahan dari alMaghfurlah K.H. Sanusi dan gurunya yaitu alMaghfurlah K.H Busthomi yang wafat dan dimakamkan di Lampung.
       Setelah K.H. Chabib Musthofa wafat pada tahun 2009, kemursyidan thoriqoh dipegang oleh putra sulung beliau K.H. Misbachul Munir yang telah diangkat sebagai mursyid oleh ayahnya sebelum wafat. Kegiatan jam'iyyah thoriqoh As Sanusiyyah yang diasuh oleh beliau masih memegang teguh program kegiatan sang ayah, diantaranya tawajjuh pada tiap hari selasa sore di masjid, kegiatan welasan di aula ponpes tiap malam tanggal 11 bulan hijriyah,selapanan selasa kliwon yang dilaksanakan pagi hari di masjid,khaul 3x dalam setahun, masing-masing pada bulan Muharram untuk khaul para ikhwan thoriqoh yang sudah wafat, pada bulan Ba'da Mulud untuk khaul Syeikh Abdul Qodir Al Jilani dan bulan Sya'ban untuk khaul Syekh Sanusi serta Syekh Anom Sidakarsa, kemudian agenda ziaroh Syekh Jastawi (ayahanda Syekh Sanusi) ziarah Syekh Sanusi yang dilakukan bersamaan ziarah walisongo. Kegiatan jam'iyyah thoriqoh tersebut dimulai pada bulan Syawal, dan pada Syawal tahun ini telah dimulai pada pagi tadi, hari selasa kliwon, 19 Juli 2016. Beberapa hal yang berkaitan dengan jam'iyyah tersebut dan perkembangan kegiatan selanjutnya insyaAlloh akan dipublikasikan dalam blog ini. Semoga istiqomah. Aamiin.
Previous
Next Post »
0 Komentar