Kenalkan, Al Jurumiyyah Sebagai Ilmu Filsafat



Sekitaran 2 tahun lalu, ada seorang santri At-Tauchid Jogomertan bertanya pada salah satu gurunya, kenapa kitab Al Jurumiyyah tidak menuliskan hamdallah dan sholawat pada awal / muqaddimahnya?

       Pendidikan tata bahasa Arab di pondok pesantren salaf sangat mengenal dengan kitab yang satu ini. Bukan hanya di Indonesia, di negara Arab pun kitab ini dipelajari untuk mengetahui tata bahasa Arab yang pokok. Kitab ini begitu tipis, namun sangat mendasar, sehingga dapat dikatakan kitab ini menjadi materi pembelajaran wajib bagi pemula.
       Meski mempelajarkan materi tata bahasa Arab, ternyata pengarang kitab ini bukanlah orang Arab asli. Beliau adalah Abu Abdillah Muhammad bin Muhammad bin Dawud Ash Shinhaji (kadang disebut Ash Shonhaji), yang lebih dikenal dengan nama Ibnu Ajurum. Nisbah beliau Ash Shinhaji, merupakan nisbah kepada qabilah Shinhajah di daerah Maghrib. Beliau dikenal dengan nama Ibnu Ajurum. Ajurum artinya orang yang fakir dan seorang shufi.Ibnu Ajurum dilahirkan di kota Fas, sebuah daerah yang besar di Negeri Maghrib pada tahun 672 H. Pada tahun itu pula seorang pakar nahwu yang terkenal yaitu pengarang Kitab Alfiyah yang bernama Ibnu Malik –rahimahullah- meninggal dunia.
       Awalnya, Ibnu Ajurum belajar di kota Fas, kemudian beliau berangkat haji ke kota Makkah. Ketika melewati Kairo, beliau belajar nahwu kepada Abu Hayyan, salah seorang pakar nahwu negeri Andalusia, penyusun Kitab Al Bahrul Muhith, sampai beliau mendapatkan ijazah (rekomendasi) dari Abu Hayyan.Ibnu Ajurum menyusun matan Al Ajurumiyah pada tahun 719 H, empat tahun sebelum beliau wafat.Ar Ra’i dan Ibnul Haj menyebutkan bahwa Ibnu Ajurum menulis kitab ini di hadapan Ka’bah. Dan ditambahkan oleh Al Hamidi bahwa setelah menulis kitab ini, Ibnu Ajurum membuang kitabnya ke laut sambil berkata, “Kalau memang kitab ini kutulis ikhlas karena Allah, maka niscaya kitab ini tidak akan basah.” Ternyata kitab Al Ajurumiyah yang beliau tulis tidak basah. Sehingga walaupun kitab ini tipis dan ditujukan bagi pemula, namun karya tulis beliau ini diterima oleh semua kalangan.
      
       Dalam menyusun kitab ini, Ibnu Ajurum mengikuti madzhab Kufah. Di antara bukti-buktinya adalah:
1. Beliau menyebut kasrah atau yang menggantikannya dengan khafd (خفض). Adapun pengikut madzhab Basrah menyebutnya dengan jar (جر).
2. Beliau berpendapat bahwa fi’il amr itu di-jazm-kan. Ini adalah pendapat madzhab Kufah. Adapun ahlu Bashrah berpendapat bahwa fi’il amr itu mabni ‘ala sukun.
3. Beliau mengganggap kaifama (كيفما) termasuk jawazim (alat yang menjazmkan fi’il mudhari’) sebagaimana pendapat Ahlu Kufah. Adapun ahlu Bashrah menolak kaifama sebagai jawazim.
4. Ibnu Ajurum menyatakan bahwa di antara tanda isim adalah menerima alif dan lam (الأليف واللام). Ini adalah pendapat ulama nahwu Kufah. Adapun ahlu Bashrah menggunakan istilah “al” (ال).

https://ulamasunnah.wordpress.com/2009/11/30/biografi-al-imam-ibnu-ajurum-penulis-matan-al-ajurumiyah/ 

        Di balik keunggulan Al Jurumiyyah dengan dapat diterima oleh semua kalangan, dengan kondisi tipisnya  namun berisi materi yang padat dalam mengupas tata bahasa Arab, ternyata kitab tersebut dapat ditinjau dalam sisi filsafat yang mendalam. Jawaban pertanyaan santri di atas, ditinjau dari ilmu tata bahasa terdapat dalam salah satu syarh dari kitab tersebut. Setelah tulisan basmallah, pengarang langsung menuliskan lafadzh  "Al_Kalaamu Huwa..." Huruf Al dari kata tersebut memiliki fungsi makna sebagai Al lil 'ahdidz_dzihni, yaitu Al untuk mewakili sesuatu hal yang ada di benak pengarang. Dalam benak pengarang telah ada hamdallah dan sholawat pada Nabi yang beliau kemukakan pada Al tersebut. Dengannya, tidak lagi dituliskan hamdallah dan sholawat.
       Jawaban pertanyaan kemudian berlanjut dengan melihat bahwa lafadz pertama tersebut adalah awal dari pembahasan materi tentang kalam dimana pada pada hampir semua kitab, pembahasan suatu materi pokok bahasan akan diawali dengan judul pokok bahasan tersebut. Hal ini dimaksudkan bahwa pembahasan kalam dalam kitab Al Jurumiyyah sebenarnya bukan sekedar materi pembelajaran tata bahasa Arab saja, namun juga merujuk pada kalam dari ahli mutakallim. Kalam tersebut berarti pembahasan Kalam dari ilmu tauhid yang pada praktiknya tidak terbatasi oleh suatu pokok pembahasan. Rincian pembahasan kalam ini hanya akan dibatasi pada beberapa pembahasan selanjutnya. Seperti setelah muqaddimah dan pembahasan kalam, kitab ini mulai membuat judul pokok bahasan. Pembahasan yang pertama adalah tentang i'rob. Setelah memahami bahwa kalam dalam pembahasan di atas tidak terbatasi, untuk mulai memahami praktiknya, pemahaman diarahkan pada beberapa i'rob yang berarti perubahan. Semua bentuk yang dapat dinikmati oleh panca indera hanyalah sebuah perubahan saja sebagai efek adanya gerakan dari yang Maha menggerakkan segala hal. Pergerakan tersebut ada kalanya rofa' (naik), Nashob (Lurus), Khafdh (Turun) dan Jazm (Stabil). Bab pemahasan selanjutnya tentang Ma'ritat 'alaamatil_i'rob (Mengenal/memahami tanda-tanda perubahan pada beberapa kondisi). Judul bab ini menggunakan kata ma'rifat yang memiliki makna lebih dalam dibandingkan dengan kata yang bermakna mengetahui. Diharapkan dari judul tersebut, seorang penuntut ilmu memahami hal-hal di balik beberapa tanda perubahan. Beberapa tanda tersebut berupa harokat seperti dhummah yang memiliki arti kumpul, fathah yang berarti membuka, kasroh yang berarti perpecahan, sukun yang berarti tenang dan beberapa tanda lain yang berupa huruf. Dhummah akan menunjukkan rofa' (keluhuran), fathah menunjukkan nashob (ketegakan/lurus), kasroh akan menunjukkan khafdh (kehinaan), sukun akan menunjukkan jazm (kestabilan). 
       Beberapa materi tersebut merupakan sebagian kecil dari pemahaman yang dapat dipelajari dari kitab Al Jurumiyyah. Postingan kali ini sekedar menuliskan beberapa hal tersebut sebagai perkenalan,semoga dapat diterima. Untuk hal yang lebih mendalam alangkah baiknya bila dijelaskan oleh ahlinya dengan lebih detil. Semoga kita dapat mempelajari,memahami dan menjalankan isinya.
Previous
Next Post »
0 Komentar