Memaknai Kitab? Why Not!!!



Imam Syafi'i Rahimahulloh : " Barangsiapa tidak mau menulis ilmu (yang dipelajarinya) maka janganlah kalian kategorikan dia seorang yang 'alim"


       Kegiatan belajar mengajar tidak terlepas dari sebuah pedoman yang terbukukan. Sumber yang terbukukan tersebut menjadi sangat penting karena tanpanya ilmu akan mudah luntur untuk kemudian lenyap di waktu kemudian. Adanya pembukuan Alquran menjadi salah satu bentuk bukti pentingnya pembukuan sebuah sumber ilmu sebagai pedoman dalam hidup. Adanya pembukuan Alquran meski merupakan sebuah bid'ah, karena tidak ada pada masa Nabi Muhammad SAW, namun secara tidak langsung sebenarnya merupakan salah satu wujud menjalankan perintah Alloh SWT. Dalam banyak ayat di Alquran terdapat banyak perintah membaca, dengan kata qoro'a-qiroah, talaa-tilaawah. Perintah membaca tentulah mengacu pada sebuah media untuk dibaca yang dapat berupa tulisan. Pada masa Nabi, wahyu yang turun dituliskan pada kulit unta, pelepah kurma dan beberapa media penulisan. Apabila tidak dibukukan, akan susah membaca kulit/pelepah tersebut bagi seluruh muslim di dunia karena keterbatasan jumlahnya. 

       Dalam kegiatan mengaji di pondok pesantren salaf di Indonesia, seorang santri biasanya mengikuti kajian kitab kuning dengan dibacakan matan (teks kitab) oleh gurunya yang disertai dengan maknanya dimana santri akan menulis makna tersebut pada kitab yang dibawanya sendiri yang awalnya masih gundul. Hal ini menjadi tradisi turun temurun sejak zaman Walisongo hingga sekarang. Metode ini sering disebut dengan istilah bandungan. Metode ini merupakan salah satu bentuk ijazah makna dari guru kepada murid dalam arti makna guru akan diturunkan kepada muridnya seperti yang diperoleh guru tersebut dari gurunya. Hal ini menjadi penting sebagai upaya menjaga keotentikan makna yang diajarkan.

       Media alat tulis yang digunakan oleh santri pada masa dulu mengalami beberapa perkembangan yang mengikuti zaman. Pada masa tahun 90-an masih banyak dijumpai santri memaknai kitab menggunakan pena bergagang kayu dengan mata pena logam yang dicelupkan pada tinta yang diracik sendiri. Tinta dibuat dari tinta padat yang dicairkan dengan menggosokkan pada media yang berisi air untuk kemudian disimpan dalam wadah yang unik terbuat dari banyak jenis logam berwarna keemasan. Dalam wadah tersebut terdapat semacam busa alami dari serat pohon pisang yang dikeringkan. Hal ini dimaksudkan untuk menyimpan tinta yang telah larut pada air, apabila kering maka cukup meneteskan air pada serat tersebut.

       Pada masa sekarang, sedikit sekali media tersebut dijumpai karen dirasa kurang praktis dan kadang mengotori beberapa tempat. Sekarang lebih banyak santri yang menggunakan alat tulis pena instan yang modern dan dapat diisi ulang. Beberapa pilihan merk dan kualitas sangat banyak dan mudah dijumpai. Santri dapat menggunakan salah satu jenis pena tersebut sesuai dengan ukuran ketebalan tulisan yang diinginkan. 

       Kegiatan menulis masih tetap dilakukan karena manfaat yang sangat besar. Tulisan menjadi salah satu bukti sejarah sebuah proses kejadian yang dapat mengingatkan suatu moment ketika mengaji. Hal ini juga untuk melatih ketrampilan seorang santri dalam menulis huruf arab. Adanya kegiatan tangan yang menuliskan materi pengajian akan menambah banyaknya konsentrasi terhadap materi tersebut, sehingga akan mudah untuk hafal dan paham. Bukti sebuah tulisan juga akan mudah untuk dikaji oleh orang lain pada masa selanjutnya. 

       Meski dokumentasi pengajian dapat dibuat dalam bentuk rekaman audio atau visual video, namun dokumentasi tulisan akan menjangkau lebih luas. Dalam mempelajari tulisan, hal yang diperlukan untuk mempelajarinya tidak terlalu banyak dan dapat dilakukan oleh lebih banyak orang. Dalam bentuk audio/video akan diperlukan tenaga ahli khusus untuk mendalaminya dan cenderung memiliki keterbatasan pemahaman. Sebagai contoh, audio murottal Alquran ketika didengarkan akan susah untuk dituliskan dalam bentuk huruf, dapat terjadi beberapa versi penulisan yang akan menimbulkan kemungkinan kesalahan makna. Bila sudah terdapat tulisan, maka bacaan Alquran akan sama.

       Keutaman menulis ilmu disebutkan sebagai berikut :

        يُوزَنُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِدَادُ الْعُلَمَاءِ وَدَمُ الشُّهَدَاءِ ، فَيَرْجَحُ مِدَادُ الْعُلَمَاءِ عَلَى دَمِ الشُّهَدَاءِ

“ Pada hari kiamat akan ditimbang tinta para ulama dan darah para syuhada, maka tinta para ulama lebih berat dibanding darah para syuhada’ ( Hadits ini disebutkan oleh Ibnu al-Jauzi di dalam al-‘ilal al-Mutanahiyah dari Nu’man bin Basyir dengan sanad-sanad yang lemah, tetapi satu yang lainnya saling menguatkan, sebagaimana di dalam at-Taisir bi Syarhi al-Jami’ ash-Shaghir karya al-Munawi (2/982).  Dan dinyatakan Maudhu’ oleh al-Albani di dalam Shahih wa Dhaif al-Jami’ ash-Shaghir, hal. 1459)
Berkata Mula ali al-Qari di dalam al-Asrar al-Marfu’ah fi al-Akhbar al-Maudhu’ah, hal (313 ) :

قلت: ومعناه صحيح لأن نفع دم الشهيد قاصر ونفع قلم العالم متعد حاضر

 “ Makna hadist di atas shahih, karena manfaat darah syahid terbatas, sebaliknya manfaat tinta seorang alim luas dan langsung. “ 

Berkata al-Munawi dalam Faidhu al-Qadir ( 6/469 ) :

          هذا الحديث خرج مخرج ضرب المثل بما يفيد أفضلية العلماء على المجاهدين وبعد ما بين درجتهما لأنه إذا كان مداد العلماء أفضل من دم الشهداء وأعظم ما عند المجاهد دمه وأهون ما عند العالم مداده فما ظنك بأشرف ما عند العالم من المعارف والتفكر في آلاء الله وتحقيق الحق وبيان الأحكام وهداية الخلق

          “ Hadits ini memberikan permitsalan yang menunjukkan tentang keutamaan ulama diatas para mujahidin serta jauhnya jarak derajat keduanya. Karena jika tinta para ulama lebih utama dari darah para mujahidin, padahal sesuatu yang paling berharga bagi para mujahidin adalah darahnya dan yang paling rendah bagi para ulama adalah tintanya, maka bagaimana perbandingannya dengan sesuatu yang paling mulia bagi para ulama, yaitu berupa pengetahuan-pengetahuan, perenungan terhadap nikmat-nikmat Allah, pembuktian tentang kebenaran dan penjelasan tentang hukum-hukum serta petunjuk bagi manusia.“

http://www.ahmadzain.com/read/karya-tulis/579/keutamaan-ilmu-dan-penuntutnya-bag-2/

 
Menulis ilmu menjadi jihad bagi para penuntut ilmu, maka berjihadlah ayyuhath_thullaab.


Previous
Next Post »
0 Komentar