Ya Dikir Ya Dakur

Almaghfurlah K.H. Chabib Musthofa

"Ya Dikir Ya Dakur"

       Sebuah nasehat singkat alMaghfurlah K.H. Chabib Musthofa yang telah diketahui oleh hampir semua santri At-Tauchid Jogomertan. Dalam dialek pengucapannya, terkesan nasehat tersebut merupakan bagian dari bahasa jawa. Maknanya juga sesingkat nasehat tersebut, yaitu Ya Doa Ya Usaha. Nasehat yang singkat namun padat tersebut bila ditelaah dari pengambilan asal katanya ternyata sangat susah. Entah dari kata apa frase kata tersebut berasal. Melihat makna yang dimaksudkan, kata dikir dimungkinkan berasal dari kata dalam bahasa Arab dzikr yang berarti eling,ingat,menyebut/memanggil. Kata doa sendiri dalam bahasa Arab berasal dari da'aa yang berarti memanggil. Dari kesamaan salah satu makna tersebut, mungkin penggunaan kata dzikr pada sebuah makna doa dapat dilakukan. Setiap orang hendaknya senantiasa berdzikr pada Alloh dalam segala aktivitas kehidupannya. Kesan makna doa dari nasehat dikir yang beliau sampaikan dipahami dari penjelasan beliau tentang aktivitas kehidupan sehari-hari seseorang. Hendaknya seseorang tidak hanya menjalankan kerja,berusaha dengan jerih payah saja, namun juga menyertai usaha tersebut dengan dikir. 

       Kata dakur yang dipahami sebagai istilah dari kerja, belum dapat ditelaah asal kata tersebut. Apabila menggunakan metode pengambilan makna dari kata yang sama dari kata dzikr, dengan mengikuti wazan fa'uulun menjadi kata dzakuurun akan berarti orang yang banyak berdzikir, mengingat. Makna ini terlihat jauh dari makna yang dipahami dari nasehat beliau. Meski demikian, pengambilan metode tersebut mungkin saja terjadi dengan menambahkan makna lazim dari makna kata dzakuur secara harfiyah. Praktik berdzikr dalam penjelasan alMaghfurlah pada kesempatan yang berbeda, bukan sekedar aktivitas hati/pikiran/bathin saja. Ada istilah dzikr qolbiy (dzikr hati) ada pula dzikrul jawaarih (dzikr anggota tubuh). Dari hal tersebut, pemaknaan orang yang banyak berdzikr, bukan hanya melakukan dzikr qolby  dalam jumlah yang banyak, namun dapat berarti orang yang berdzikr dengan banyak anggota tubuhnya. meskipun hanya 1 kali berdzikr namun bila dilakukan dengan banyak anggota tubuh, pada akhirnya menghasilkan jumlah yang banyak.

       Penerapan konsep dzikr yang terdiri dari dua subjek tersebut juga memiliki dua objek yang berbeda. Dzikr qolby dengan subjek hati memiliki objek yang bersifat materi bathiniyah. Konsep dzikr ini banyak dibahas dalam materi thoriqoh/tarekat. Penerapannya dilakukan bersamaan dengan dzikrul jawaarih  dalam semua bentuk dan gerakan manusia. Dzikrul jawaarih dengan subjek anggota tubuh memiliki objek hal yang bersifat materi lahiriyah. Dzikr ini merupakan praktik dzikr kepada Alloh dalam implementasi anggota tubuh. Penerapannya disesuaikan dengan aktivitas hal lahiriyah yang dihadapi sehari-hari. Anggota tubuh yang berdzikr adalah anggota tubuh yang diam dan bergerak sesuai dengan kondisi yang seharusnya terjadi. Seseorang yang bekerja mencangkul di sawah dengan tangan yang mengayunkan cangkul dan kaki dalam posisi yang tepat merupakan salah satu bentuk dzikr ini bila didasari dengan pemahaman dzikr qolby. Hal ini tidak berlaku apabila orang tersebut tidak memahami konsep dzikr qolby. Bisa dikatakan dzikr ini adalah implementasi dzikr qolby yang nampak dalam anggota tubuh.

       Nasehat beliau tersebut ternyata bukan sekedar nasehat dalam bentuk verbal saja, namun juga diaplikasikan dalam perilaku beliau semasa hidupnya. Dalam aktivitas beliau sebagai pendiri ponpes, mursyid thoriqoh, beliau begitu istiqomah dalam menjalankan dan mengajak santri pondok dan santri ikhwan thoriqoh dalam berdzikr dalam beberapa bentuk kegiatan seperti pengajian, mujahadah, tawajjuh, pembacaan manaqib dan banyak lagi. Salah satu contoh kedisiplinan/keistiqomahan beliau yang sangat tinggi, banyak sekali terjadi, ketika waktu shalat masuk, adzan sedang dikumandangkan, beliau telah berada di dalam masjid sebelum adzan selesai dikumandangkan. Seperti satu penjelasan beliau pada penulis (dalam versi bahasa Indonesia oleh penulis) pada satu kesempatan, "Sayyidina 'Ali adalah salah satu Sahabat Nabi yang mengamalkan muroqobah haqiqotush sholah, ketika waktu sholat masuk, meskipun belum ada adzan berkumandang, wajah Sayyidina 'Ali akan berubah pucat pasi karena merasakan kedatangan sebuah kewajiban/tanggung jawab besar. Dalam kondisi apapun, ketika waktu tersebut datang, Sayyidina 'Ali akan melompat bangkit dan bersiap menjalankan kewajiban sholat".

       Dalam konsep dzikrul jawaarih beliau pun menjadi pelopor paling depan hampir dalam semua kegiatan sehari-hari bersama santri. Beliau tidak segan mencangkul di sawah, pekarangan, memperbaiki kandang sapi, merawat ternak, dan banyak bidang pekerjaan lain. Dalam kegiatan tersebut, beliau sangat disiplin dan seringkali telah memulainya sebelum santri sampai di tempat pekerjaan tersebut. Sebelum waktu sholat beliau telah menyelesaikan dan meninggalkan pekerjaan tersebut. Beliau menasehatkan keseimbangan "Ya Dikir Ya Dakur" dalam bentuk qouliyah dan haliyah yang telah beliau jalankan selama hidupnya.

       Dalam perkembangan kelanjutan ponpes At-Tauchid sekarang, "Ya Dikir Ya Dakur" telah menjadi slogan dalam kehidupan sehari-hari di ponpes tersebut.  Selain kegiatan pendidikan agama Islam, beberapa kegiatan dzikr qolby dalam bentuk mujahadah, manaqib, dan beberapa kegiatan yang telah digalakkan oleh pendiri, pendidikan dan pelatihan dzikrul jawaarih juga terus berlanjut dengan beberapa tambahan materi. Pada masa kepengasuhan laMaghfurlah K.H. Chabib Musthofa santri belajar dalam bidang pertanian, perkebunan, peternakan, pertukangan, dan beberapa bidang lain, kini dalam kepengasuhan putra sulung beliau, K.H. Misbahul Munir, bidang-bidang tersebut lebih beragam. Beberapa jenis dan metode perkebunan bertambah dari yang semula hanya pada sayuran, singkong, kini merambah pada cabai, pisang ambon, hingga merica perdu. Peternakan yang awalnya hanya pada hewan darat seperti ayam, kambing, sapi, kini juga menambah pada pembudidayaan kolam lele.

"Ya Dikir Ya Dakur"



Previous
Next Post »
0 Komentar