Berkurban Melalui Arisan

          Kurban sangat dianjurkan oleh Nabi Muhammad SAW, hukumnya sunnat muakkad bagi yang mampu. Hewan kurban diyakini akan menjadi tumpangan ketika melewati shirotol mustaqim di akhirat kelak. Melihat fadhilah kurban dan keyakinan tumpangan di akhirat, umat muslim di seluruh dunia sangat antusias dalam berusaha agar dapat menjalankan ibadah kurban pada hari raya Idul Adha. Di Indonesia sangat marak pelaksanaan kurban dengan jenis hewan kurban kambing, kerbau dan sapi.

          Antusias masyarakat muslim Indonesia merata pada semua kalangan masyarakat dari yang mampu hingga yang tidak mampu. Entah berawal dari mana dan siapa, muncul ide arisan kurban bagi mereka yang merasa tidak mampu untuk membeli hewan kurban secara langsung/kontan. Jumlah peserta arisan sangat beragam sesuai dengan kondisi kemampuan dan harapan perputaran memperoleh giliran mendapatkan hewan kurban. Yang muncul kemudian adalah pertanyaan status mampu bagi seorang penerima giliran yang pertama sampai sebelum terakhir. Orang pertama dan yang sebelum terakhir menerima giliran berarti berkurban dengan sebagian hartanya sendiri dan harta orang lain. Apakah yang demikian diperkenankan?

          Yang harus diketahui sebelumnya adalah konsep arisan yang disepakati. Arisan sejatinya adalah kesepakatan sekumpulan orang untuk memberikan/beriur sejumlah uang yang sama untuk dihutangkan kepada seluruh anggota secara bergantian/bergilir. Metode penentuan penerima giliran pada masa awal sering menggunakan istilah kocokan. Metode ini sekarang juga masih ada yang tetap menjalakan. Metode yang lain tetap diperbolehkan selama menganut prinsip kesetaraan dan keadilan. Praktik arisan yang demikian, tanpa disertai penambahan atau pengurangan dana yang terkumpul adalah boleh, bahkan dianjurkan karena memiliki manfaat yang besar yaitu membantu anggota yang membutuhkan.

          Dalam model arisan yang berkembang masa sekarang, terdapat banyak variasi dan penambahan persyaratan yang menjadikan konsep arisan menjadi rusak. Konsep arisan secara ringkas adalah konsep hutang piutang. Dalam hutang piutang, tidak diperkenankan meminta tambahan, pemotongan dana berapa pun dari jumlah harta yang dihutangkan. Bahkan ada bentuk penipuan yang mengatasnamakan arisan dengan praktik bagi penerima pertama akan terbebas dari iuran angsuran keanggotaan. Hal ini sangat jelas merupakan bentuk praktik yang haram, karena mengandung unsur perjudian dan ketidakadilan keanggotaan.

          Adapun hukum arisan kurban, sama seperti arisan yang lainnya, apabila sesuai dengan konsep keadilan, kesamaan hak dan kewajiban, tanpa unsur penambahan/pengurangan dana, maka hukumnya boleh. Hal yang perlu diperhatikan adalah kesepakatan dana iuran, apakah akan sesuai harga kambing setiap periode penentuan giliran atau akan menentukan dana iuran tetap yang apabila tidak mencukupi, maka penerima giliran mengusahakan kekurangan dana tersebut sendiri.

          Mengenai berkurban dengan harta hutangan, sebagian besar ulama memperbolehkan. Kurban orang tersebut dihukumi sah. Salah satu fatwa Imam Ahmad adalah sebagai berikut.

"Apabila seseorang tidak mampu beraqiqah, maka hendaklah dia mencari hutangan dan berharap 
semoga Alloh akan membantunya melunasi hutang tersebut. "

Perilaku aqiqah adalah salah satu anjuran ajaran Nabi Muhammad SAW, demikian pula kurban. Perilaku berhutang yang demikian boleh karena akan menghidupkan syariat ajaran Nabi. Namun perlu diperhatikan, hendaknya seorang yang akan berhutang juga melihat pada kemampuannya untuk melunasi. Bagi seorang yang kemungkinan besar tidak dapat melunasi, tidak boleh berhutang karena hanya akan memberikan harapan palsu bagi pemberi hutang dengan merugikan secara materi dan mental.


Wallohu a'lamu bish_shawaab..



Previous
Next Post »
0 Komentar